Menurut data statistik WHO terbaru, penyebab kematian akibat kanker di Indonesia menempati angka 56.9% pada wanita, dan 60.7% pada pria. Setiap tahunnya terdapat 115.042 orang meninggal akibat kanker.
Oleh karena itu, operasi, kemoradioterapi sistemik, dan pengobatan herbal sampai saat ini masih menjadi pilihan utama pengobatan kanker bagi pasien kanker Indonesia. Karena luka dan efek samping yang besar, metode tersebut tidak dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien kanker dan hasil efektif jangka panjang, serta dapat mengubah kualitas hidup pasien, sehingga semakin banyak pasien kanker dan keluarga yang memilih untuk menjalani pengobatan di luar negeri.
Operasi dan Kemoradioterapi Buat Kanker Ovarium Stadium 2 Menjadi Stadium 4, Pengobatan Minimal Invasif Berikan Saya Kehidupan Baru
Landriany adalah seorang pasien kanker ovarium asal Surabaya, Indonesia. Tahun 2014 ia didiagnosa kanker ovarium stadium 2, dengan ukuran tumor 6cm. Setelah menjalani operasi, kankernya kambuh dan menyebar ke usus, ia pun menjalani kemoterapi sistemik. Setelah menjalani3 kali kemoterapi, tumor yang tadinya berukuran 6cm membesar hingga 11cm, kankernya menjadi stadium 4, ia menjadi kesulitan BAB dan BAK, serta mengalami nyeri hebat. Kemoterapi membuatnya merasa mual dan rambut rontok.
Tanggal 17 November 2015, di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, setelah menjalani 5 kali Intervensi dan 2 kali Microwave Ablation (MWA) , tumornya mengecil, dan rambutnya mulai tumbuh kembali. Sampai hari ini sudah 4 tahun berlalu, Landriany masih sangat sehat, tidak ada tanda kekambuhan pada kankernya.
Bagaimana Landriany melawan kanker? Baca kisah selengkapnya >>
Mengapa Milih Pengoaboatan Kanker Minimal Invasif?
Pengobatan Konvensional : Luka dan Efek Samping Besar, Proses Pengobatan Lama
(1)Operasi
Operasi memerlukan pembedahan besar. Setelah operasi, luka sayatan akan terasa sakit, membengkak dan kebas, pemulihan cenderung lambat, bahkan dapat menimbulkan infeksi luka atau berair, serta bekas luka terbuka, ini adalah hal tidak dapat dihindari.
(2)Radioterapi
Menggunakan sinar radiasi yang ditargetkan ke tumor dengan pancaran radiasi yang tinggi, sebuah metode pengobatan untuk menghambat dan membunuh sel kanker. Metode radioterapi yang konon dapat “membunuh dengan cepat” dapat membahayakan tubuh pasien, efek sampingnya besar, menyebabkan sel imun tubuh mengalami kerusakan, rambut rontok, proses pengobatan yang panjang, sehingga banyak pasien kanker tidak sabar melalui proses ini.
(3)Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses memasukkan obat melalui pembuluh darah ke dalam tubuh, melalui darah mengalir ke ke seluruh tubuh, metode ini membuat tingkat konsentrasi obat pada pusat tumor dan jaringan lainnya sama. Dengan demikian, kemoterapi dapat merusak berbagai organ tubuh, dapat menyebabkan beberapa efek samping seperti leukosit dan trombosit menurun, BAK berdarah, penurunan sel imun tubuh, mundah infeksi, selain itu sebagian besar pasien mengalami rambut rontok, muak dan lain sebagainya.
(4)Pengobatan Alternatif Kanker
Setelah tidak mendapatkan hasil dari operasi dan kemoradioterapi, banyak pasien kanker Indonesia akan memilih untuk menjalani pengobatan herbal sebagai alternatif. Meskipun obat herbal dapat membantu pengobatan kanker, tetapi stadium kanker dan kondisi fisik setiap pasien tidaklah sama. Mencari pengobatan herbal, bukan hanya tidak bisa mengobati penyakit, dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebabkan pasien terlambat untuk mendapatkan pengobatan terbaik.
Minimal Invasif : 18 Teknologi Minimal Invasif, Minim Luka, Pemulihan Cepat, Minim Efek Samping
Di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, semakin banyak pasien kanker yang memilih 18 teknologi pengobatan Minimal Invasif, seperti Intervensi, Cryosurgery, Brachytherapy, Nano Knife, Microwave Ablation (MWA). Metode-metode ini minim luka, memiliki proses pemulihan cepat, serta minim efek samping. Beberapa kelebihan ini tidak dimiliki oleh metode operasi dan kemoradioterapi, dapat membantu pasien kanker stadium lanjut mendapatkan hasil pengobatan yang paling efektif, namun minim rasa sakit.
Elly – Limfoma –Bertahan 10 tahun (2008-2018)
“Tahun 2008 awal masuk ke rumah sakit, saya tidak dapat berjalan, untungnya saya memilih pengobatan Minimal Invasif. Ketika saya kembali ke rumah sakit, sel kanker saya sudah menghilang, sampai hari ini sudah 10 tahun berlalu, kanker saya tidak ada gejala kekambuhan, St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou memberikan saya kesempatan hidup kedua!”
Tahun 2008, Elly didiagnosa Limfoma stadium 3, ia menjalani operasi dan pengobatan tradisional, namun pengobatan tersebut tidak membuat kondisinya membaik, malah memburuk. Parahnya, di bagian leher terdapat tumor sebesar 10cm, kondisi fisiknya lemah, berat badan turun 7kg, ia menjadi sulit berjalan, serta mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Bulan Mei 2008, melalui rekomendasi teman, Elly datang ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, setelah menjalani Intervensi dan pengobatan kombinasi lainnya, tumor di lehernya mengecil, dan kondisi fisiknya normal kembali. Bulan November 2008, hasil CT scan menunjukkan sel kankernya sudah mati secara menyeluruh, ia diperbolehkan keluar rumah sakit. Sampai saat ini sudah 10 tahun berlalu, terakhir bulan Mei 2016, Elly kembali ke rumah sakit untuk melakukan kontrol rutin dan tidak ditemukan adanya gejala kekambuhan, tidak berbeda dengan orang normal lainnya. Ia mengatakan, “St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou memberikan saya kesempatan hidup kedua!”
Hatta – kanker rektum–Bertahan 11 tahun (2007-2018)
Tahun 2007, Hatta didiagnosa kanker rektum, dokter menyarankannya untuk segera menjalani operasi, dan bersiap untuk membuat anus buatan. Tetapi ia menolaknya, ia tidak ingin hidup dengan membawa kantong kotoran selamanya. Setelah itu, Hatta mendapatkan informasi mengenai pengobatan Minimal Invasif bertarget di St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, metode pengobatan ini tidak memerlukan operasi, namun dapat mencapai hasil yang setara dengan operasi. Karena itu pada bulan April 2007, ia datang ke St. Stamford Modern Cancer Hospital Guangzhou, setelah menajalani Intervensi, radioterapi lokal dan pengobatan kombinasi lainnya, gejala BAB berdarah dan tumornya menghilang. Setelah itu, Hatta rutin kembali kontrol ke rumah sakit setiap tahun, tidak ditemukan tanda-tanda kekambuhan ataupun penyebaran. Dapat dilihat, prediksi Hatta sesuai harapan. Sampai saat ini, sudah 11 tahun berlalu, kankernya Hatta tidak ditemukan kekambuhan.