Beberapa bulan yang lalu, saya kedatangan seorang pasien kanker yang bandel, ia berasal dari Malaysia, tahun ini berumur 34 tahun. Karena kanker parotis yang dideritanya, ia harus menjalani 2 kali operasi di wajahnya dan bola mata kanannya hampir saja diangkat, tetapi ia tetap tegar dan optimis, tidak pernah putus asa.
Sendirian Menghadapi Dua Kali Operasi Wajah, Demi Mempertahankan Matanya
Saat pertama kali bertemu Chen Peiling, wajahnya bengkak dan mata kanannya menonjol keluar, sangat sulit rasanya untuk melihat ekspresi yang sedang ditunjukkannya. Melalui sebuah obrolan, pada November 2011, Peiling menyadari adanya benjolan sebesar 2*3cm di kuping kirinya. Dokter setempat pun memberikannya terapi inflamasi/peradangan benjolan, namun pengobatan ini tanpa hasil, tumor terus membesar. Setelah menjalani pemeriksaan biopsi, dokter pun mendiagnosanya terkena kanker parotis.
Februari 2016, ia memutuskan untuk menerima saran dari dokter dan menandatangani persetujuan operasi. Lalu, pada bulan Maret, ia mulai menyadari adanya benjolan di leher kanannya, sekali lagi ia harus menjalani operasi pengangkatan, hasil patologi menunjukkan bahwa kanker parotisnya telah menyebar. Supaya keluarga tidak khawatir, PeiLing tidak bercerita banyak, ia menjalani kedua operasinya seorang diri. Peiling mengatakan, “Saat itu saya tidak berpikir banyak, saya sudah kesakitan dan akhirnya menuruti saran dokter untuk menjalani pengobatan”. Pasca operasi, ia pun melanjutkan pengobatan dengan kemoterapi. Setelah itu, ia pun berusaha tetap mandiri dan kuat bekerja seperti biasa. Namun karena efek samping kemoterapi sangat besar, ia pun hanya bisa bekerja setengah hari.
Akhirnya ia menyelesaikan masa kemoterapinya di bulan Agustus. Bulan Oktober, ia menyadari kalau gerakan bola mata kanannya tertahan dan penglihatan menjadi berbayang, setelah menjalani pemeriksaan ke dokter, dokter pun mengatakan kalau kanker parotisnya telah menyebar ke jaringan mata bagian bawah, dan ia disarankan untuk menjalani operasi pengangkatan bola mata kanan. Saat itu Peiling mulai merasa ketakutan, ia pun menceritakan kondisi yang sebenarnya kepada anggota keluarga, dan gejala setelah operasi (yang mungkin akan mempersulit hidupnya). Ia sangat disayangi di keluarganya, kakak perempuannya juga mengatakan masih ada kemungkinan untuk mendapatkan pengobatan yang lebih baik lagi, dari sanalah saya dan PeiLing dipertemukan.
Metode Pengobatan Intervensi Telah Menyelamatkan Mata
Peiling datang sendirian, ia masih sangat muda. Tadinya saya berpikir untuk menghiburnya dan menambah rasa optimisnya untuk berobat. Tetapi setelah saya mengobrol dengannya, saya menyadari bahwa ia lebih tegar dari banyak pasien yang saya temui sebelumnya, tidak perlu saya bertele-tele, hal yang harus dilakukan adalah secepatnya membuat perencanaan dan mengobatinya.
Setelah saya dan tim multidisiplin melakukan analisa secara jelas, kami pun memutuskan untuk melakukan metode Intervensi. Teknologi ini dipandu oleh alat pencitraan, dengan menggunakan kateter, obat dimasukkan melalui pembuluh darah arteri langsung ke pusat tumor. Metode pengobatan lokal yang akurat, serta minim kerusakan terhadap organ sekitarnya. Khasiat obat kemoterapi intravena 2-80 kali lipat lebih tinggi, hasilnya pun terlihat jelas. Setelah menjalani Intervensi pertama, dalam waktu 3 hari, tumor di mata kanannya menyusut secara signifikan, dan setelah pengobatan ke-4, bisa dikatakan wajahnya pun kembali normal.
Bulan Februari, sebelum pengobatan rongga hidung dipenuhi oleh tumor, bola mata terhimpit dan tergeser
Selama masa pengobatan, Peiling sangat ceria. Begitu ada waktu luang, ia langsung keluar untuk mengobrol dengan suster dan dokter, dalam waktu beberapa hari ia sudah berteman dengan semua orang. Ia datang ke rumah sakit seorang diri, setelah menjalani Intervensi, ia diharuskan untuk berbaring di tempat tidur selama 12 jam. Selama masa pengobatan, ia sering mengucapkan teriimakasih atas kebaikan suster. Yang lebih penting adalah, ketika ada seorang pasien kanker nasofaring yang juga seorang diri datang ke rumah sakit, ia menawarkan diri untuk tinggal bersama, dengan harapan bisa menjadi teman, saling membantu dan mendukung. Peiling yang telah 4 kali menjalani pengobatan di rumah sakit, sudah menganggap rumah sakit sebagai rumahnya, menganggap dokter dan semua pasien kanker sebagai keluarganya. Waktu di rumah sakit, ia sering tersenyum untuk membuat pasien lain bahagia. Katanya, membuat orang lain bahagia adalah prinsipnya untuk hidup bahagia.
Bulan Maret, setelah pengobatan, tumor dalam rongga hidung kerkurang, rongga kembali normal, bola mata kembali normal
Sebagai dokter yang menangani Peiling, saya merasa bangga padanya, ia sangat tegar, berani, dan baik hati. Tingkat insiden kanker saat ini terus meningkat, kanker sudah menjadi persoalan yang biasa, dan pasien kanker tidak seharusnya merasa takut, harus belajar untuk menerima dan berani, dengan begitu mereka bisa hidup dengan bahagia.