DENPASAR, KOMPAS.com - Awal tahun 2009 seakan menjadi menjadi tahun terburuk buat Sugianto. Pria berusia 34 tahun ini tidak pernah menyangka kalau ternyata benjolan di leher sebelah kirinya itu adalah tumor ganas. Oleh tim dokter sebuah rumah sakit di kawasan Pluit, lelaki yang biasa dipanggil Sugi itu ia dinyatakan mengidap kanker nasofaring, sejenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut.
Tetapi merasa ada yang aneh dari hasil pemeriksaan tersebut, Sugi berkonsultasi dengan dokter lain di salah satu rumah sakit lain di Jakarta. Ia dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulang. Namun lagi-lagi, ia tak puas dengan pemeriksaan di rumah sakit tersebut.
"Pemeriksaan merambat ke yang lain seperti cek liver, ginjal dan macam-macam. Hal itu membuat mental saya justru menjadi down. Karena hasil CT scan tidak menunjukkan nasofaring, tapi biopsi menunjukkan nasofaring," tutur Sugi saat ditemui di kawasan Sanur, Bali, Sabtu, (3/3/2012).
Merasa tidak cocok, akhirnya Sugi memutuskan berobat ke Malaysia. Ternyata, hasil diagnosa yang ia terima juga sama dengan apa yang ia dapat sewaktu di Pluit. Hasil biopsi menunjukkan bahwa ia mengidap kanker nasofaring stadium 2b. Sementara hasil CT scan pada hidung tidak ditemukan adanya kanker nasofaring.
Sugi akhirnya memutuskan untuk menjalani operasi pengangkatan kelenjar dan otot pada bagian pundaknya di Malaysia. Setelah dioperasi, ia melanjutkan pengobatan kemoterapi sebanyak 6 kali dan penyinaran sebanyak 32 kali. Efek dari kemoterapi membuat berat badannya turun sampai 25 kg dan daya tahan tubuh menjadi sangat lemah sehingga gampang sakit. Setelah menjalani serangkaian pengobatan dan kemoterapi serta penyinaran selama 3 bulan hasil diagnosa menunjukkan bahwa kanker yang ada di tubuhnya sudah bersih.
Tak lama setelah dinyatakan bersih pengobatan, kanker muncul lagi kali untuk kedua kalinya pada tubuh Sugi. Tapi kali ini, kanker tersebut terletak di hidung. Dokter mengajurkan untuk kembali lagi menjalani pengobatan di Malaysia, tetapi ia menolaknya. Pada September tahun lalu, Sugi juga pernah ke Singapura untuk melakukan konsultasi di sebuah rumah sakit, di mana ia kembali dianjurkan menjalani operasi.
Belum sempat untuk mengambil keputusan, Sugi tiba-tiba mendapatkan saran dari kakaknya agar menjalani pengobatan di Rumah Sakit Modern Guangzhou, China. Meski sempat bimbang dan dilema akhirnya Sugi menerima saran dari kakaknya. Sekitar bulan November 2011 Sugi pergi ke Guangzhou untuk menjalani pengobatan.
Jieru atau kemoterapi lokal
Di Guangzhou, Sugi menjalani perawatan menggunakan metode Transarterial Intercurrent Local Chemotheraphy atau biasa dikenal dengan Jieru. Prof dr Peng Xiao Chi dari Modern Cancer Hospital Guangzhou menjelaskan bahwa terapi ini bekerja dengan cara memasukkan selang kateter ke pembuluh darah arteri hingga mendekat ke pusat kanker.
Dengan kateter, obat anti kanker lalu disuntikan ke arteri terdekat yang mensuplai darah ke kanker sehingga langsung menyerang pusat tumor dan membuat tumor mengalami serangan yang lebih nyata.
Peng mengatakan pengobatan dengan metode ini efek sampingnya jauh lebih kecil ketimbang kemoterapi seluruh tubuh, karena fokus pengobatan hanya diarahkan ke sel kanker. Berbeda dengan pengobatan kemoterapi seluruh badan, di mana obat kemoterapi didistribusikan ke seluruh tubuh. Saat tiba di sel kanker, kandungan obat kemo sudah rendah dan seringkali tidak cukup kuat untuk membunuh sel kanker.
"Banyak orang bilang lokal kemo, tapi itu sebenarnya bukan lokal kemo. Pada intinya, pengobatan jieru dibagi dua macam yaitu lokal kemo dan penyumbatan," kata Prof dr Peng Xiao Chi.
Peng menuturkan, banyak pasien tidak menyadari bahwa ketika mereka melakukan pengobatan jieru mereka sebenarnya juga sudah melakukan pengobatan penyumbatan. Penyumbatan itu artinya dia menyumbat sel pembuluh darah, sehingga sel tumornya mati kelaparan dengan sendirinya," katanya.
Peng juga menambahkan bahwa, untuk melakukan teknik pengobatan jieru bukanlah perkara yang mudah, karena harus memasukkan selang ke sel pembuluh darah tumor yang sangat kecil. Di sinilah akan terlihat dokter itu berpengalaman atau tidak. "Saya tahu banyak dokter yang melakukan lokal kemo, tetapi di sini kita baru bisa melihat dia bisa atau tidak. Kalau ternyata selangnya yang masuk salah dan tidak masuk ke sel pembuluh darah di tumor, dia akan merusak sel pembuluh darah lainnya," ucapnya.
Menurut Peng, selain Jieru, ada terapi lain yang harus dijalani pasien kanker yaitu imunoterapi. Pengobatan ini dimaksudkan untuk memperkuat kekebalan tubuh pasien kanker, dengan cara mengambil sel antibodi dari dalam tubuh pasien kurang lebih 1 cc untuk dikembangbiakan atau kloning di laboratorium hingga jumlahnya bertambah sampai berkali-kali lipat. Masa pengembangbiakan sel antibodi biasanya berlangsung selama kurang lebih 9-10 hari. Kalau jumlahnya sudah cukup maka sel yang sudah dibiakan dimasukan kembali ke dalam tubuh pasien.
"Ketika antibodi ini bertemu dengan sel tumor maka dia yang membasmi sel tumor. Karena sel antibodi diambil sendiri dari tubuh pasien maka tidak akan ada efek samping sama sekali," tutupnya.
Setelah menjalani serangkaian pengobatan selama kurang lebih 3 bulan di RS. Modern Cancer Guangzhou, Sugi merasa kondisi tubuhnya semakin membaik. Gejala seperti Mimisan juga tidak pernah dialaminya lagi. Saat berobat di Malaysia, Sugi mengaku mendapatkan pengobatan kemoterapi setiap seminggu sekali. Tetapi di Guangzho, setiap pemberian kemoterapi diberi jarak sekitar 3 minggu, sehingga tubuh memiliki waktu untuk pemulihan.
Sugi mengungkapkan bahwa saat ini dia hanya tinggal menunggu hasil diagnosa dokter dan berharap tumor ganas di hidungnya bisa hilang dan kembali seperti semula. "Tinggal menunggu nanti hasilnya. Kuncinya adalah kita jangan menyerah walaupun dokter sudah bilang penyakit Anda sudah stadium lanjut. Itu hanyalah sebuah kata-kata dan kita yang menjalankan harus tetap optimis," tutupnya.
Direproduksi:http://health.kompas.com/read/2012/03/07/1638099/Penyembuhan.Kanker.dengan.Kemoterapi.Lokal